21 October 2022

Taman Rahasia

Edit Posted by with No comments

Neisca Althafunnisa Widana

Kelas 9B


Emu



TAMAN RAHASIA

Aku mengambil sebuah penyiram tanaman yang terlihat ditinggalkan di pinggir lapangan olahraga. Benda itu tidak besar, namun tidak kecil juga. Aku tidak mengisinya dengan air, sadar di sana masih ada air tersisa cukup banyak. Aku menghela nafas.

"Ya ampun. Properti klub tanaman rasanya kadang suka ditempatkan di mana-mana," ucapku sambil mengangkatnya dengan satu tanganku.

Perlahan aku berjalan menjauh dari lapangan olahraga, bermaksud menyirami bunga yang berada di area klub tanaman dengan air yang tersisa di sana. Namun tidak sampai lima langkah, terdengar seseorang memanggilku dari belakang.

"HOI! KAMU EMU, YA?!"

Teriak seseorang dari belakang. Karena penasaran, lantas aku melihat ke arah belakang. Itu Sherly, dia terlihat seperti baru saja selesai dari kegiatan klub voly. Terlihat perban kuning di kedua tangannya.


                                                                                Sherly

"Sherly..?" bisikku. Kemudian aku menghampirinya dengan tanganku yang masih memegang penyiram tanaman. Dia terlihat senang saat melihatku memegang penyiram tanaman.

"Syukurlah benar! Kamu masih membawa benda itu. Lumayan berguna! Sini…sini…. Aku akan membawamu ke suatu tempat," ucapnya sambil memegang tanganku.

"T-tunggu! Tasku masih di kelas. Kalau nanti kelas dikunci bagaimana?" aku dengan panik berusaha melepaskan genggaman Sherly, namun genggaman itu sangat erat.

"Santai aja kali. Aku tidak akan membawamu lama-lama kok. Ayo! Pastikan airnya tidak tumpah, ya!" Sherly berlari sambil memegang tanganku. Larinya tidak kencang. Terasa santai, di sisi lain dia terlihat terburu buru.

"Ada apa. Kita mau ke mana?" tanyaku dengan nada kecil. Namun aku yakin Sherly bisa mendengarnya. Dia memiliki telinga yang tajam.

"Tempat! Pokoknya tempat rahasia deh!" Dia tetap berlari, mengarah ke belakang sekolah yang kumuh. Tempat itu penuh dengan lumut.

Sebenarnya tempat itu mengarahkan ke gang bau dan sempit. Aku sudah tiga tahun sekolah di sini tidak mengetahui ada apa di dalam gang itu. Banyak orang yang bilang kalau gang itu adalah tempat siswi di sini dibunuh oleh stalker dan dia jadi ergentayangan.

Tentu siswa penakut sepertiku tidak berani ke sana. Banyak rumor mengatakan bahwa orang kerap melihat penampakan seorang wanita di ujung gang itu, dengan mata yang hitam dan tidak memiliki tangan kanan.

"Kamu…tahu kan, di sini pernah ada kasus pembunuhan?" aku berkata pada Sherly dengan nada yang takut. Namun dia tidak menghiraukan itu. Dia hanya berkata.

"Astaga, mitos itu masih kamu percayai? Jangan lupa minimkan nafasmu ya, karena di sini sedikit bau. Bau septic tank, kamu tau kan? Hahaha!" Sherly tertawa dengan. Aku diam, tapi tetap saja aku tidak tahu dia mau membawaku ke mana.

"Aku namakan ini tempat rahasia! Hanya empat orang yang tahu tempat ini, termasuk kamu! Penyiram tanaman itu akan berguna di sana," jelas Sherly. Dia masih menggenggam tanganku, lalu dia sibuk dengan kunci dan gembok yang menempel di pintu.

"Kamu… apa yang kamu sedang lakukan?" terdengar suara halus perempuan di belakang. Sherly terlihat seperti tidak mendengar apa-apa. Karena penasaran, aku menengok ke belakang.

Sekujur tubuhku tiba-tiba bergetar. Keringat dingin datang entah dari mana. Yang aku lihat adalah perempuan dengan rambut panjang kusut, mata yang terbelalak hitam sehitam langit malam. Tangan kanannya seperti terpotong namun tidak sepenuhnya putus Badannya penuh dengan luka sayatan besar, dan terdapat luka tusuk yang terlihat membekas dari bajunya.

"She...Sher...."Aku tidak bisa berkata apa-apa, mulutku terkunci. Perempuan itu mendekatiku dan Sherly dengan sangat pelan. Dari satu langkah besar dia, dia menjatuhkan tangannya yang hampir putus itu. Dan sekarang benar-benar putus. Darah berceceran di mana mana. Perempuan itu tetap melanjutkan langkahnya, semakin cepat, dan cepat.

"Rin. Hentikan. Dia teman baru kita," ucap Sherly sambil membuka pintu yang sibuk dia urusi tadi.

"Eh? Teman baru? Syukurlah! Halo!" ucap gadis berambut kusut itu. Dia melepaskan wig rambut itu dengan tangan kirinya dan tangan kanannya keluar dari lengan bajunya, sembari mengeluarkan kantong plastik yang berisikan cairan berwarna merah darah dari dalam baju bagian pundaknya.

Aku terjatuh karena kaget. Aku sangat syok. Semua kejadian yang aku alami tadi terlihat sangat, sangat nyata.

"Kamu gak pa pa?! Hei…maafkan aku karena menakutimu. Aku kira kamu hanya orang asing lainnya yang penasaran di area ini." Rin, pempuan  'hantu' itu, mengulurkan tangannya padaku.

Aku meraihnya dan aku mendapati bahwa dia manusia asli. Aku menghela nafas lega.

"Apa itu tadi?" tanyaku. Aku menengok  ke penyiram tanaman yang aku jatuhkan tadi. Syukurlah ternyata airnya tidak tumpah karena ada penutupnya.

"Kamu Emu, ya? Orang yang sering terlihat sibuk di klub tanaman itu. Kamu terlihat seperti jarang berbicara. Aku pernah ingin mengajakmu mengobrol, namun kamu sepertinya tidak mendengar, " jelas Rin sambil membantu aku berdiri. Aku hanya mengangguk.

"Selamat datang. Kamu akan menyukai tempat ini. Di sini banyak bunga. Atmosfer di sini juga indah." Sherly mengenggam tanganku dan membawaku masuk ke tempat yang dituju.

Tempatnya benar-benar indah. Di sana ada sungai besar yang terlihat jarang sekali ditempati orang. Atmosfer di sana juga sangat indah. Terutama di sore hari.

Di sana, aku melihat ada beberapa tanaman yang jarang kulihat dan bahkan hampir tidak pernah kulihat. Ada spider lily yang berwarna merah, juga bunga mawar putih yang sangat indah tertanam. Namun bunga-bunga itu seperti tidak pernah diberi pupuk. Hanya air, yang mungkin juga hanya air hujan. Lalu di bagian pojok ada pohon pinus dan beringin yang sangat rindang. Terlihat sudah berpuluh-puluh tahun tertanam di sana.

Tentu saja, air sungai pun yang sangat jernih Di dalam sungai itu ada banyak sekali kerikil yang berbentuk bulat. Aku terpana dengan pemandangan itu.

"Indah sekali...," ucapku sambil jongkok di depan sungai itu dan memainkan air di sana.

***

Rin dan Sherly tertawa, tapi seperti bukan tawa bahagia. Lebih tedengar seperti tawa puas. Rin mengambil batu besar dari semak-semak, terlihat seperti disembunyikan.

Rin mengambil batu itu dengan kedua tangannya dan berjalan ke arah Emu yang sedang menikmati pemandangan sambil memainkan air di sungai. Dekat, dan semakin dekat. Rin mengayunkan batu besar itu ke kepala Emu.

Terdengar benturan sangat keras dari benturan antara kepala dan batu itu. Tidak sempat berteriak, Emu sudah terjatuh dengan darah yang mengalir deras dari kepalanya. Rin dan Sherly hanya menatap. Senyum terukir dari wajah mereka.

"Sudah ke berapa?" tanya Rin.

"4," jawab Sherly.

"Angka yang bagus," kekeh Rin.

                                                                                    


 


Rin

                                                                                      ***

0 comments:

Post a Comment