23 February 2025

Adikku yang Jahil

Edit Posted by with No comments

Najmi Suci Saniyyah 

Kelas 8H

    "Rasa teh ini sangat enak, " ucapku sambil menyesap secangkir teh. 

     Duduk di dekat jendela sambil minum teh memang menenangkan hati. Ya, setidaknya sebelum adikku mulai menggangguku lagi. Hal ini sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Namun, bagaimanapun aku adalah kakanya. Sejati apapun adikku, aku harus tetap meladeninya. 

     "Apa kau akan mulai menggangguku lagi, adikku? " tanyaku sambil tertawa kecil. 

      Namun, tawaku seketika terhenti ketika adikku melemparkan sebuah lampu tidur ke arahku. Aku bisa menghindarinya walau pipiku sedikit tergores. 

       Aku langsung menatap adikku dengan tatapan tajam dan diapun keluar dari kamarku dengan perasaan kesal. Aku menghela nafas berat dan bangkit dari kursi lalu berjalan ke arah pintu kamarku. Aku akan mengambil sebuah plester untuk pipiku yang tergores.                 Sebelum aku menggapai gagang pintu, mataku melirik ke arah foto adikku yang dipajang di dinding. Aku tersenyum sinis. Jika saja adikku masih hidup, mungkin dia tidak akan sejahil ini padaku.***

22 February 2025

Bertahan tapi Terluka

Edit Posted by with No comments

Anisya Rahmadani

Kelas 8H

   "Huh" aku menghela nafas lelah dan menjawab pertanyaan Revan.

   "Aku gak seperti itu, Van!" seruku.

   "Alahh! Mana mungkin itu semua bohong," ucapnya tak percaya.

   Capek! Satu kata yang memenuhi pikiranku saat ini. Lelah rasanya aku harus menjelaskan sesuatu terus-menerus. Aku merasa tengah berada di hubungan yang toxic.

   "Udahlah. Mau dijelasin berapa kali pun kamu masih gak percaya," ucapku lelah.

   Aku ingin melangkahkan kaki tapi Revan menahanku.

   Dia memegang pergelangan tanganku dengan kuat. Matanya memerah menatapku dengan tajam. Aku meringis, merasakan perih di area pergelangan tangan kananku.

   "Lepaskan!" ucapku tercekat.

   Dia seolah-olah menulikan telinganya dan malah memperkuat genggamannya. Aku mencoba untuk melepaskannya dengan sekuat tenaga namun kekuatanku tak sebanding dengannya.

   "Kamu mau ke mana, Putri?" ucapnya dengan amarah yang terpendam.

   Aku tertunduk, tidak berani melihat matanya. Mulutku terasa terkunci rapat dan hanya bisa terisak.

   "Setelah kamu mengkhianatiku dan kamu bilang ini semua bohong?" ucapnya dengan tajam.

   Aku menggeleng kuat, seraya melihat matanya sekilas.

   "Lalu apa ini, Putri?" bentaknya dengan marah.

   Bibirku bergetar, mataku mulai sembab karena terlalu lama menangis. Aku menjawab pertanyaan Revan dengan cepat.

   "Aku udah bilang, aku cuma tidak mengkhianati kamu! Itu cuma kerja kelompok doang, Van," ucapku dengan lemah.

   "Arghhh..Selalu saja nangis! Alay, tau gak?" ucapnya seraya pergi meninggalkanku di taman.

   Aku terduduk dengan kepala yang tertunduk. Tangisku pecah seketika. Mataku melihat kepergian Revan dengan pandangan yang kosong. Tiba-tiba...

   "Put..Put..," panggil seseorang dengan melambaikan tangannya di depan wajaku. Aku tersentak.

   "Eh," ucapku dengan kikuk.

   Sadar dengan kehadiran seseorang itu, seketika aku langsung menghapus air mataku. Aku segera pergi dari hadapannya tanpa melihat wajahnya sama sekali.

   "Apa yang kamu sembunyiin sih, Put? Kenapa kamu malah pergi?" ucap Zara seraya menatap kepergianku.

   Tak lama kemudian, Zara pun pergi dari taman karena hari sudah menjelang malam.

   Keesokan harinya.

   Bel sekolah berbunyi. Aku duduk di bangku dan di sebelahku ada Zara yang sedari tadi menatapku.

   "Ada apa Zara?" tanyaku seolah-olah tak tahu,

   "Apa yang terjadi kemarin?" tanya Zara dengan muka datarnya,

   "Gak ada apa-apa," elakku.

   "Jawab, Putri!" tekan Zara.

   "Huh," aku menghela nafas dan langsung menceritakan semua yang sudah terjadi kemarin. Mataku berembun menahan tangis 

   "Aku capek, Zar," lirihku.

   "Dia selalu saja begitu. Aku gak bisa bertahan lebih lama lagi, Zar," lanjutku.

   "Segini aja kamu udak kuat banget loh, Put! Aku salut sama kamu," jawab Zara sebari memelukku.

   Aku mengulas senyum yang semanis mungkin. Terkadang aku ingin sekali meninggalkan dia. Karena sikapnya yang red flag itu. Dia seperti tidak mempunyai kepercayaan terhadapku. Bagiku, sebuah hubungan tanpa adanya kepercayaan, bagaikan sebuah rumah tanpa fondasi. Tanpa adanya fondasi rumah tidak akan kuat.

   Selain itu, dia juga sering bermain kasar padaku. Dia sangat cemburuan, bahkan dia sama sekali tidak menghargaiku. Karena sikapnya yang seperti itu, aku ingin pergi meninggalkannya.

18 February 2025

Sweater Rindu

Edit Posted by with No comments

Syahraz

Kelas 8A


Jam dinding berdetak
Menunjukkan pukul 10 malam
Sunyi tajam menghunjam
Udara terasa sesak mencekam

Tangis sedang macam-macam denganku saat ini
Katanya tak mau berhenti
Untuk membawa pilu menari
Dengan dirinya sendiri

Ragaku hangat
Tapi bukan lagi di peluknya
Melainkan diriku dibalut
Dengan sweater rajut miliknya

Sarung bantal habis
Dibanjiri tangisku
Yang sedang tersedu-sedu
Karena merindunya

Merindumu

Edit Posted by with No comments

Syahraz

Kelas 8A


Apakah tetesan air
Yang kulihat itu kan berhenti
Bila bisikan rindu
Memanggil namamu

Apakah ribuan sesak
Akan datang lagi tanpa diundang?
Bila bisikan rindu
Tak henti memanggil namamu

Udara malam
pernah mencekikku tanpa  aba-aba
Tak membiarkanku untuk menangisimu seberisik deras hujan

Dan aku
Pernah larut tenggelam
Dalam pekatnya bayangmu
Dan aku
pernah larut tenggelam
Dalam pekatnya pilu
Karena kehilanganmu

Jika aku tahu
Bahwa perpisahan pada saat itu
Akan ada untuk selamanya
Aku akan memelukmu dengan seerat-eratnya

Quotes

Edit Posted by with No comments

Ugih Goyatul Irtifa

Kelas 9E


1. Terus belajar dari suatu kesalahan, karena kita akan bangkit untuk kebenaran.

2. Perbaikilah ibadah kita terlebih dahulu, lalu perbaikilah yang ada di diri kita.

3. Belajar tidak hanya duduk di bangku sekolah, tapi kita bisa belajar di mana saja.

4. Jadilah manusia yang selalu khawatir perkataannya menyakiti hati orng lain.

5. Seseorang yang baik tidak akan hilang dalam kenangan.

Dia dan Penyesalannya

Edit Posted by with No comments

Anisya

Kelas 8H

Siang berganti malam dengan hembusan angin yang datang menyertainya. Tiba-tiba...
       _"Ting"_ Suara pesan berbunyi dari hanphone-ku.
        Aku heran, siapa yang mengirimiku pesan di malam hari? Aku mencoba untuk tidak membuka pesan itu. Namun pada akhirnya aku kalah dengan rasa penasaranku sendiri dan segera membuka pesan itu.
      "Lysa, bisakah kamu kasih aku satu kali lagi kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Nyatanya selama 5 bulan ke belakang sulit rasanya untuk menemukan cinta kembali. Karena hatiku tetap ada di kamu. I always love you, tomorrow, later, and forever only you," ungkap Resa.
       Deg! Aku terpaku, dan tidak menyangka sama sekali setelah membacanya.
      "Mengapa di saat aku sudah mulai terbiasa tanpa kamu, gak mau tahu tentang kamu lagi, udah mulai terbiasa tanpa kamu lagi, kamu malahan datang menghubungiku lagi?" ucapku lirih
        "Apakah kamu tahu perasaanku bagaimana? Aku capek! Apa luka yang selama ini kamu berikan masih kurang?"            Aku tersenyum hambar lalu bergegas untuk tidur daripada memikirkan apa yang tidak harus dipikirkan.
      Pagi pun tiba. Aku memutuskan untuk pergi ke rumah sahabatku untuk memberitahu kejadian semalam. Aku pergi dengan mata yang sembab.
      Sesampainya di sana, aku langsung memencet bel dan menunggu di luar. Tidak lama kemudian sahabatku langsung membuka pintu.
       Krek.
     "Ada ap...?" ucapannya terputus karena aku langsung memeluknya.
    " Hiks...hiks...."
      Rina bingung karena punggungnya tiba-tiba basah dan langsung membalas pelukku.
        Seketika aku mulai tenang dengan dekapan dan elusan hangat yang Rina berikan.
      "Lysa, ada apa? " tanya Rina khawatir.
      Aku menggeleng. Kemudian dia membawaku masuk dan duduk di satu kursi. Setelah itu aku menceritakan kejadian waktu semalam.
       Deg! Rina pun sama halnya denganku. Ia terkejut setelah mengetahui semuanya.           "Rina, aku harus gimana?" tanyaku dengan lirih.
       Rina tak kuasa melihatku seperti ini dan tak sadar meneteskan air mata.
      "Lysa, apa kamu masih cinta sama dia?" tanya Rina cepat.
       Aku terdiam. Aku melihat Rina tengah menanti jawaban dariku. Aku mengembuskan nafas
      "Aku tak tahu Rina. Entah mengapa di saat ada orang yang hanya menyebut namanya saja seketika rindu dan sakit langsung berperang dalam benakku," ungkapku.
     "Mungkin kamu hanya sebatas rindu Lysa, " jawab Rina.
      "Sadar Lysa, sadar! Di saat kamu menyembuhkan luka-luka yang dia berikan, apa dia pernah menoleh kepadamu? Tidak Lysa. Malah dia dengan bangganya bermesraan dengan perempuan lain. Aku gak mau kamu kembali ke masa itu lagi Lysa," lanjutnya
      Karena ucapan Rina, seketika aku pun tersadar bahwa memang benar dia adalah laki-laki yang begitu aku cintai sampai sedalam itu namun pada masanya.
     Rina yang tidak tega melihatku seperti ini, dia memutuskan mengajakku ke sebuah taman supaya lebih rileks katanya.
Saat di perjalanan, tiba tiba...
     Duk.
      "Aduhh, " ringisku.
      Aku tersandung dan hampir saja terjatuh saat kurasa seseorang menopang tubuhku. Aku segera melepaskan diri.
    "Eh, maaf, ya?" ujarnya.
    "Iya, lagian itu salahku juga," jawabku reflek.
   "Lysa? " kejutnya
   Aku tersentak.
   "Kenapa dia tahu namaku, ya? " ucapku dalam hati. Suaranya terasa tak asing.
   Dengan rasa penasaran aku mendongakkan kepalaku. Seketika mataku melebar dan hatiku berdetak tidak karuan. Aku merasa tanganku seperti ada yang memegang dan dugaanku benar. Dia memegang kedua tanganku.
   Karenanya, entah kenapa memori-memori dan kenangan itu seketika langsung menghantuiku. Hanya karena genggaman saja.
     "Apa ini yang dimaksud dejavu, ya? " tanyaku dalan hati.
      "Lysa, maafin aku. Aku ingin kita perbaiki lagi, ya?" mohonnya.
       Set. Aku segera melepaskan genggaman itu, dan langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
   Ia tersentak, mungkin kaget atas perlakuanku dan terus saja mengejarku dengan memanggil namaku.
      "LYSAA..LYSAA...."
   Kami pun terpisah karena terhalang oleh sebuah mobil.
" Maaf, mungkin ini saatnya kita berpisah untuk selamanya, " ucapku lirih dan segera meninggalkan tempat itu.
      Duarrr...
   Suara petir bergemuruh dengan hujan yang sangat deras, sehingga yang tadinya ramai seketika mendadak sunyi bak sedang berada di tengah hutan. Aku pun akhirnya berteduh
    "Mungkin dulu aku lebih suka kehujanan bersamamu daripada berteduh. Namun sekarang, aku memilih berteduh dengan orang baru daripada kehujanan bersamamu. Karena kita hanya sebatas masa lalu yang tidak akan pernah bersatu meski rindu terus saja berperang dalam hatiku," ucapku dalam hati.
    "Mungkin ini saatnya kamu merasakan penyesalan itu karena ulahmu sendiri. Nikmatilah hidupmu dengan penuh rasa sesal! Aku tidak dendam ataupun benci terhadapmu, hanya saja aku tidak terima aku diperlakukan seperti itu. Semoga dari kisah ini kamu belajar untuk lebih baik kedepannya. See you, the man. I loved you so much before but not now. Jikala kamu ingin kembali padaku, maaf aku tidak akan ingin kembali lagi. Aku akan membuka lembaran baru untuk orang yang akan hadir dalam hidupku, " batinku.***
   

Sebuah keinginan

Edit Posted by with No comments

 Wiji

Kelas 7I


Langit berwarna biru yang menjulang tinggi tanpa penahan itu memayungi seluruh alam. Aku sempat berfikir apakah keinginanku akan menjulang tinggi seperti langit? Aku hanya manusia biasa yang selalu bergantung pada orang lain. Mana mungkin keinginanku akan tinggi seperti langit.
        "Seandainya hal yang kau inginkan terjadi, apa yang akan kau lakukan?" Tiba tiba seorang menepuk pundakku dari belakang. Aku terkejut. Namun aku segera menjawab.
       "Akan kubuat kota ini menjadi kota yang maju. Tidak seperti pemimpin kota lain yang selalu saja bertele-tele," ujarku dengan angkuh.
        Ide yang bagus. Aku pun seorang wali kota. Aku tidak pernah bertele-tele tentang kotaku. Namun harus ada beberapa darah agar kotaku selalu maju dan tentram, "ujarnya.  Ia adalah seorang kakek.
       Aku tercengang takut saat sang kakek menjawab dengan seperti itu. Namun dia berbisik di telingaku. "Jangan takut aku belum memperkenalkan namaku.
Namaku Ahmad Sedriani."
       Aku tidak menghiraukannya dan pergi berlari kencang diliputi rasa takut. Beberapa hari berlalu. Aku mencari informasi tentangnya. Ternyata, dia adalah wali kota dan sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

09 February 2025

MISTERI RUMAH KOSONG

Edit Posted by with No comments

Axelia Yurizaki

7E

  Malam itu aku pergi ke rumah yang terbengkalai dipinggiran kota, pemilik rumah itu sudah tiada beberapa tahun yang lalu. 

    Banyak rumor yang mengatakan bahwa rumah itu berhantu namun aku tidak mempercayainya, jadi aku memutuskan untuk melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. 

    Ketika sudah sampai, aku terkejut. Rumah itu seperti istana yang megah. 

   "Woah! Rumah ini megah sekali! Pasti pemiliknya orang kaya!"  Ucapku. 

   Aku masuk dengan mudahnya karena pintu utama di rumah itu tidak terkunci. Hawa di rumah itu sangat menyeramkan dan firasatku mengatakan aku harus segera pergi dari sini. Namun sifatku yang keras kepala tetap memaksa untuk masuk. 

     Aku berkeliling beberapa saat. Namun aku tidak menemukan apapun. Jadi aku memutuskan untuk beristirahat sejenak. 

     "Nah kan! Kubilang juga apa! Tidak ada hantu di sini! "

   Aku memutuskan untuk berkeliling sekali lagi sebelum pulang. 

    "Eh? Sejak kapan ada pintu ini di sini? "

    Aku memasuki pintu itu. Di balik pintu adalah sebuah kamar. Aku melihat sebuah kotak kardus yang berada di sudut ruangan. 

//SREK!//

    Aku mendengar suara cakaran dari dalam kotak itu. Aku melangkah mundur dengan penuh rasa takut, apakah ini yang orang-orang maksud? Pikirku. 

   "Ini adalah cara yang buruk untuk mati. Harusnya aku mendengarkan kata orang-orang," ucapku yang hampir menangis

    Suara dari kotak itu semakin keras, kotak itu tiba-tiba terbuka. 

    Aku semakin takut,  apa ini adalah akhir dari segalanya? 

   "Meow~"  Seekor kucing lucu keluar dari kotak itu. Dia sepertinya terjebak di sini selama dua hari. Aku memutuskan untuk membawanya pulang dan merawatnya.


-tamat