08 March 2024

JONO SI PEKERJA KERAS

Edit Posted by with No comments

Ulfa Renita 

9G 

"Selamat! Telah diciptakan kaki palsu untuk yang berkebutuhan khusus!"

Tulisan itu terletak di mana-mana. Di papan iklan gedung-gedung, pasar, dan di tempat ramai lainnya. Jono tersenyum bahagia dan bangga karena ia dapat membantu sebagian orang yang berkebutuhan khusus.

Jono, si anak yang ceria, tinggal di pelosok tanpa sosok seorang ayah. Jono hanya tinggal bersama ibunya. Ibunya mencari nafkah dengan menjual koran di pinggir jalan. Tentu saja, pekerjaan ibunya tak cukup untuk membiayai mereka.

“Jono, lihat ini! Pasti kamu nggak punya, ya? Kasihan… ahahaha!” Ryan tertawa terbahak-bahak menertawakan.

Brukk!

Mainan Ryan jatuh. Jono sengaja menjatuhkannya. 

“Jono! Kok kamu gitu sih? Emang kamu bisa ganti? Aku nggak mau tahu, ya. Pokoknya, mainan ini harus kamu ganti!" Ryan marah sembari menunjuk-nunjuk ke arah wajah Jono. Jono kesal, lalu ia meninggalkan Ryan bersama teman-temannya.

Seperti biasa, sepulang sekolah, Jono diam di rumah sendirian. Perutnya sangat lapar. Ia berjalan ke arah meja. Tak ada apa pun di meja, kosong. Jono mendesah pelan, lalu ke kamar dan beristirahat.

“Jono…. Sudah bangun?" Ibunya tersenyum, lalu menyodorkan sepiring nasi untuknya.

“Asik! Jono makan siang!” Jono berlari dan langsung menyambar sepiring nasi tersebut.

“Siang? Ini udah sore, Jono.”

“Jono lelah, Bu, jadi ketiduran sampai lupa waktu, hehe.”

“Jono, setelah makan temuin ibu, ya. Ada yang ingin ibu bicarakan.” ujar Ibu dan meninggalkan Jono. Jono pun makan dengan bergegas agar dapat mengetahui apa yang akan dibicarakan oleh ibunya.

“Ibu mau bicara apa?" Jono menghampiri ibunya di kamar.

“Kamu kenapa lagi, Jono? Ibu Ryan datang ke ibu. Katanya kamu merusak mainan Ryan, ya?” Nada bicara ibu berubah. Jono bergidik ketakutan.

“Kok gak jawab? Orang tua ngomong tuh dijawab, Jono!”

“Iya ibu, Jono yang merusak mainan Ryan.”

“Kamu sudah besar Jono. Seharusnya kamu sudah bisa mengerti kondisi ekonomi kita! Utang di mana-mana, makan susah, dapat penghasilan juga susah, kamu malah bikin ulah.” Ibu membentak Jono. Jono hanya bisa terdiam dan menunduk.

        Setelah dimarahi ibu, perasaan Jono tidak enak. Ia menaiki sepeda pemberian kakeknya yang sudah tiada. Ia akan menemui teman ayahnya dulu, yaitu pak Toni.

“Assalamualaikum, Pak,” Jono mengetuk pintu rumah Pak Toni.

“Waalaikumsalam, Jono. Ada apa, Nak?” jawab Pak Toni setelah membuka pintu.

"Pak Toni punya uang dua ratus ribu? Aku membutuhkannya. Aku mohon.”

"Ada. Tapi uangnya akan bapak pake minggu depan. Buat apa, Jon?”

"Tak apa Pak, aku bisa ganti dengan waktu dua minggu.” Jono sangat memohon pada pak Toni. Pak Toni yang tak tega, ia segera memberikan uang berjumlah dua ratus ribu pada Jono.

***

"Ini uang buat mengganti mainan kamu. Maafin, ya.” Jono menyodorkan 2 lembar kertas berwarna merah pada Ryan dan meninggalkan Ryan yang masih terdiam tak percaya Jono dapat membayar mainan yang telah ia rusak.

Jono sangat lelah memikirkan bagaimana membayar hutangnya pada Pak Toni dalam kurun waktu 2 minggu.

“Ah aku tahu! Jualan karya gambar, kali ya? Semoga laku! Semangat, Jono!” ucap Jono menyemangati dirinya sendiri.

Jono pun mulai menjual gambar hasil karyanya. Usaha Jono sangat laku. Namun, ini tidak mudah bagi Jono. Setiap pulang sekolah ia harus pergi ke pasar untuk menjual dagangannya. Dan setiap malam ia harus menggambar. Tetapi, Jono sangat senang karena bisa mendapatkan uang untuk membantu ibunya.

Uang sebesar dua ratus tujuh puluh ribu telah Jono dapatkan dalam jangka waktu dua minggu. Akhirnya, Jono memakai uang itu untuk membayar hutangnya pada Pak Toni. Jono melanjutkan usahanya. Penghasilan dari dagangan yang ia dapatkan dibagi dua. Setengah untuk dirinya, dan setengahnya lagi untuk ibunya. Tapi, semakin lama ia berdagang, semakin sedikit juga pembeli yang datang padanya. Karena sudah lelah dan mulai tak ada yang ingin membeli karya nya, Jono berhenti berjualan. Dan kembali terpuruk di kondisi ekonominya.

Bertahun-tahun telah Jono lewati. Kini, ia telah menginjak umur 20 tahun. Ia sekarang telah meraih pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Jono dapat kuliah karena mendapat beasiswa. Walaupun Jono mendapatkan beasiswa, namun tetap saja itu tidak mudah bagi Jono. Usaha Jono untuk mendapatkan beasiswa sangat tidak mudah. Dan saat menjalani kuliah dengan beasiswa pun, tidak mudah. Banyak cobaan yang harus Jono lewati. Seperti bekerja untuk biaya hidup sehari-hari, bekerja untuk hidup ibunya di kampung sana, dan mengimbangi gaya hidup seperti teman di kampusnya.

Hubungan Jono dengan ibunya semakin renggang. Apalagi ia sekarang tinggal di Jogja, jauh dari ibunya. Jono mencari pekerjaan sampingan dengan berjualan di pasar, dengan ilmu yang ia dapatkan saat berjualan karya gambarnya dulu. Tapi tak bisa di pungkiri, penghasilannya tidak cukup untuk bertahan hidup di kota.

Kini Jono melihat pemandangan kota Jogja dari kaca sebuah bus. Ia sedang di perjalanan menuju ke kampungnya. Tetangganya menelepon Jono, ia berkata bahwa ibu Jono tertabrak dan harus diamputasi. Jono saat mendengar apa yang di katakan oleh tetangganya, ia menangis sejadi-jadinya. Ia sangat khawatir. Sebab, ibunya ialah satu-satunya yang paling berharga dalam hidupnya. Semangat yang ada di diri Jono hanyalah ibu nya. Tanpa dukungan ibunya, ia tak akan bisa melawan pahitnya dunia.

Sesampainya di rumah sakit, ia menangis. Hatinya sangat sedih. Air mata yang sedari tadi sudah hilang, kini kembali. Ia melihat ibunya terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit. Jono berlari dan memeluk ibunya tanpa sepatah kata pun.

"Jono, kamu baik-baik aja nak? Maaf selama ini ibu selalu membentakmu. Perkataan ibu selalu menyinggungmu. Maaf juga ibu tidak bisa memberi seperti yang ibu orang lain beri.” Ibu menangis di pelukan Jono. Jono mengeratkan pelukannya dan ikut menangis.

***

Jono semakin semangat kuliahnya. Ia pun sekarang lebih serius dalam pekerjaannya. Sehingga ia mempunyai lebih banyak penghasilan. Penghasilan itu ia pakai untuk berobat ibunya, dan sebagian untuk kebutuhan kuliahnya. Ia juga sedang mengumpulkan bahan untuk membuat kaki palsu untuk ibunya. Karena harga yang sangat mahal untuk membeli bahan-bahan yang di butuhkan, Jono sangat kesulitan untuk membelinya. Mau tidak mau ia menundanya. Jono berpikir, apa ia selipkan karya gambarnya ke barang dagangannya di pasar? Jono akan mencobanya. Tidak salah kan jika ia mencoba?

Usaha Jono laku. Ia pun mulai bisa membeli bahan-bahan untuk pembuatan kaki palsu untuk ibunya.

Sekitar 4 bulanan, akhirnya kaki palsu untuk ibunya pun sudah jadi. Ia segera bersiap untuk mengunjungi ibunya. Ia sangat tak sabar melihat reaksi ibunya ketika ia memberikan sebuah kaki palsu untuknya.

"Ibu, bagaimana kabar ibu? Apa ibu baik-baik saja? Aku membawakan sesuatu untuk ibu." Jono tersenyum, lalu menyodorkan kotak besar pada ibunya.

"Apa ini, anakku?"

"Buka saja, Bu." Ibu Jono membuka kotak itu. Ia menangis bahagia. Ternyata meski jarang mengunjunginya, Jono sangat perhatian. Ibu Jono telah berburuk sangka. Ia kira, Jono jarang berkunjung karena tidak peduli padanya. Ternyata, Jono selalu sibuk membuat kaki palsu. Ibu menyimpan kotak itu lalu merentangkan tangannya. Jono yang melihat ibunya memberi merentangkan tangannya, langsung memeluk ibunya. Mereka berdua menangis bahagia.

Sejak saat itu, Jono menjadi orang yang sukses. Ia sekarang sudah membuat pabrik untuk pembuatan kaki palsu, guna membantu orang lain yang berkebutuhan khusus. Jono sangat bahagia. Namun sayang, kaki palsu yang dibuat untuk ibunya hanya terpakai dua minggu oleh ibunya. Karena, setelah Jono memberikan kaki palsu untuknya, dua minggu setelahnya ibu Jono meninggal. Namun, Jono senang karena setidaknya orang yang berkebutuhan khusus dapat menggunakan kaki palsu buatannya.***

0 comments:

Post a Comment