Penulis: Anisya Rahmadani
Kelas: 9E
Dari kecil hingga sekarang. Tiara rutin menjalani terapi psikologis terutama DBT (Dialectical Behavior Therapy). Sampai sekarang, ia masih tak menyangka bahwa ia mengidap penyakit BPD (Bordecine Personality Disorder). Karena itu, ia sering merasa takut secara berlebihan saat ditinggalkan, emosi tidak stabil, selalu melakukan sesuatu tanpa pikir panjang dan masih banyak lagi hal lainnya.
"Aku capek, Dok! Sudah begitu lama aku bergantung pada obat-obatan," Keluh Tiara,
"Tiara Sayang, Dokter yakin kamu bisa Sembuh. Jadi, Tiara harus berjuang lebih keras lagi agar tidak selalu bergantung pada obat," Dokter Ana menyemangati.
"Tapi, mau sampai kapan, Dok?" tanya Tiara dengan menahan tangis.
"Aku sudah melakukan berbagai cara tapi itu sama sekali tidak berpengaruh di hidupku," lanjut Tiara. Tak bisa dipungkiri ia sangat menginginkan hidup normal seperti orang lain. Namun, takdir berkata lain. Takdir mengatakan bahwa Tiara harus sanggup menanggung semua ini.
Dokter Ana merasa terenyuh dengan keadaan Tiara. Ia membayangkan jika ia yang ada di posisi Tiara. Mendengar tangisan Tiara, ia tersentak dan kemudian menghampiri Tiara seraya menggenggam kedua tangannya.
"Apa kamu sudah menerapkan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat?" tanya Dokter Ana dengan lembut,
Tiara menggelengkan kepala dengan air mata yang masih terus berjatuhan.
"Apa itu, Dok?'
Dokter Ana pun tersenyum. Lalu ia membawa Tiara ke dalam pelukannya seraya mengusap pucuk kepala Tiara dengan penuh kasih sayang. Ia sudah menganggap Tiara layaknya anak kandungnya sendiri karena sudah lima belas tahun lamanya mereka bersama. Bahkan Dokter Ana melihat sendiri perkembangan Tiara dari kecil.
"Tiara Sayang, tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat itu yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat dan tidur cepat. Perlu Tiara tahu juga bahwa semua itu sangat penting dan sangat berpengaruh untuk kesembuhan mental Tiara." ucap Dokter Ana memberitahu,
"Apa hubungannya, Dok? Lagian yang sakit itu mental dan hatiku bukan jiwa dan ragaku, Dok," ucap Tiara tak percaya.
"Aku sudah capek, Dok. Sudah begitu lama aku menjalani terapi ini. Pada akhirnya semuanya masih sama. Aku lelah. Sampai sekarang aku masih sering takut ditinggalkan, diabaikan, dan emosiku sering tidak stabil bahkan bisa meledak-ledak," lanjut Tiara bertubi-tubi. Ia sudah tak dapat menahan semua itu.
Tenang, Tiara, tenang. Tarik nafas kamu lalu buang secara perlahan," ucap Dokter Ana dengan penuh kelembutan. Tiara Mengikuti instruksi Dokter Ana Seketika hatinya terasa lebih tenang.
"Tiara, coba Tiara lakukan yang Dokter Ana sarankan tadi dan nanti Tiara akan tahu bahwa tujuh kebiasaan itu sangat berpengaruh untuk kesembuhan Tiara," ucap Dokter Ana,
"Tapi, aku sudah terbiasa tidur Larut, Jarang bermasyarakat karena aku malas berbaur dan aku juga tidak suka olahraga di bidang apapun itu,"
"Maka dari itu, Tiara harus belajar membiasakannya dari sekarang. Tidak Perlu tergesa-gesa karena hal yang besar pun dimulai dengan langkah yang kecil." Dokter Ana berusaha menyadarkan Tiara.
Tiara terdiam. Mendengar ucapan Dokter Ana, ia mulai merenungi kebiasaan buruk yang sudah ia lakukan saama ini. Melihat Tiara terdiam, Dokter Ana pun tersenyum.
"Jadi, berjanjilah sama Dokter bahwa Tiara akan menerapkan itu semua mulai dari sekarang, Sambung Dokter Ana seraya mengulurkan kelingkingnya.
Tiara masih diam memandangi Dokter Ana dengan tatapan yang sulit diartikan. Tapi, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia mempercayai ucapan Dokter Ana karena selama ini Dokter Analah yang paling tahu kondisi kesehatannya. Tiara menarik napasnya dalam - dalam dan mengaitkan kelingking nyo pada jari Dokter Ana dengan tersenyum.
"Janji?" tanya Dokter Ana,
"Janji," balas Tiara dengan semangat.
Setelah itu, Tiara pulang ke ruman dan menceritakan semuanya kepada keluarganya. Mereka mengangguk dan membenarkan apa yang Dokter Ana katakan, Sudah,
"Yasudah sekarang kamu istirahat. Ini sudah hampir larut. Jangan lupa sholat dulu. Sekarang sudah telat satu jam untuk sholat isya padahal biasanya kamu suka sholat tepat waktu. Bunda dan Ayah sudah melaksanakannya dari tadi," ucap Ayah.
"Jangan melawan kata-kata Dokter," lanjut Bunda,
"Jangan begadang," tambah Bang Andra dengan tegas.
Mendengar hal itu, Tiara mengangguk seraya tersenyum manis. la sangat bahagia tumbuh di lingkungan yang sangat mendukung dia dan sangat mengutamakannya lebih daripada apapun.
"Iya, aku ke atas dulu. Good night semuanya." Tiara muangkahkan kakinya menuju tangga dan masuk kamar. Tak lupa ia menunaikan kewajibannya terlebih dahulu sebelum tidur.
***
Satu bulan kemudian, ia kembali menemui Dokter Anu untuk diperiksa perkembangan kesehatannya. Ia sudah menerapkan apa yang Dokter Ana katakan waktu itu. Tak lupa juga ia ditemani oleh Bundanya tersayang. Sekarang, Tiara merasa Sudah lebih baik dari kemarin dan semuanya Juga sudah mulai terkendali.
Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai ke rumah sakit. Sesampainya disana Tiara langsung diperiksa.
"Wahh hebat! keadaan kamu sudah mulai membaik," ucap Dokter Ana,
Keduanya mengembangkan senyumnya dan Tiara memeluk Bundanya dengan senang.
"Lalu, apa penyakit ini bisa sembuh, Dok?" tanya Bunda Tiara,
"Maaf, Bu, penyakit ini tidak bisa sembuh secara total tetapi, ibu tenang saja karena ini bisa menjadi sangat membaik sehingga hampir tidak terasa lagi dan Tiara bisa kembali hidup normal, sehat dan stabil,"
"Tidak apa-apa, Dok, yang penting Tiara sudah bisa hidup dengan semestinya saja itu sudah lebih dari cukup, terimakasih banyak," ucap Bunda Tiara dengan senyuman yang tak luntur,
"Sama-sama, itu sudah menjadi bagian dari tugas saya, apalagi Tiara sudah saya anggap anak saya sendiri," ucap Dokter Ana dengan tersenyum,
___
Satu tahun kemudian, kondisi Tiara sudah sangat membaik dan ia bisa tumbuh dan hidup menjadi anak yang berprestasi untuk bangsa dan negara. Ia juga menjadi sangat aktif di berbagai bidang. Bahkan, ia memenangkan berbagai ajang lomba dan ia suka berorganisasi.
Sejak itu, ia yakin bahwa tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat sangat berpengaruh besar untuk perkembangan anak-anak seusianya. Meskipun tidak kembali seperti semula. setidaknya, sekarang ia sudah kembali hidup normal seperti semestinya sudah lebih dari cukup dan ia sangat bersyukur. Tak lupa juga ia sangat berterimakasih kepada Dokter Ana, Bunda, Ayah, Bang Andra, dan semua keluarganya. Karena, berkat dukungan mereka ia bisa mencapai titik ini dan hari yang ia nantikan sepanjang hidupnya.