29 January 2025

Masakan Nenek

Edit Posted by with No comments

Silmi

8E

Aku terbangun dari tidurku. Sudah waktunya sarapan. Saat pergi ke dapur, aku mencium bau yang lezat.

“Hmm… baunya seperti ayam goreng,” batinku. Aku melihat nenek sedang menyiapkan daging. Sepertinya lezat sekali.

“Sarapan dulu,” ujar nenek.

Tanpa basa-basi, aku pun makan dengan lahapnya.

Tiba-tiba suara sirine polisi terdengar dari kejauhan. Aku pikir hanya sedang berkeliling saja. Tapi suara itu terdengar semakin keras di teling ku dan kurasa semakin dekat.

Tiba-tiba mobil polisi itu berhenti di depan  rumah tetangga. Aku dan nenek tak menghiraukan suara sirine.

Beberp menit kemudian, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah. Nenek membuka pintu dan tidak lama nenek kembali.

“Siapa, Nek?”

“Polisi yang menyelidiki rumah tetangga.”

“Mau apa ke sini?”

“Menanyakan tentang tetangga kita yang hilang. Ah sudahlah tidak usah dipikirkan. Kamu lanjut makan saja.”

“Baiklah.” Akupun meneruskan sarapanku.

“Nek, enak sekali dagingnynya. Tapi, sejak kapan nenek punya daging? Biasanya kan nenek gak punya daging atau ikan buat lauk makan.”

“Yaaa…sejak beberapa hari lalu. Sejak tetangga kita menghilang dan tidak ditemukan keberadaanya.”

Suara di Stasiun

Edit Posted by with No comments

 Anisya 8H

Pada suatu malam, aku tengah menunggu jam keberangkatan di sebuah stasiun. Aku menatap sekeliling dan baru sadar bahwa hanya aku yang sedang menunggu kereta. Entah kenapa, tiba-tiba terdengar suara dari arah depan. Aku memutuskan untuk melihat ke sana. Tap...tap... langkahku semakin cepat dan hatiku berdetak kencang.

“Kenapa suara itu menjauh ketika aku mengejarnya?" pikirku

Aku heran mengapa bunyi itu malah ada di setiap penjuru lorong? Hatiku semakin berdebar dan bulu kudukku merinding ketika mendengar suara tersebut, yang semakin lama semakin nyaring. Tiba-tiba lampu di stasiun mati seketika. Aku tersentak dan berusaha tetap meneruskan langkahku. Angin semakin kencang menyelimuti kegelapan. Aku mencoba berpikir positif bahwa itu hanya suara rel kereta.  Tapi sesuatu seakan-akan menuntunku dan membawaku masuk ke sebuah lorong. Ternyata di sana ada sesosok wanita yang tengah menangis.

“Hiks…hiks...hiks...,” tangisnya tersedu-sedu.

Aku terpaku, kakiku seakan-akan membeku. Aku mencoba mendekat dan tanganku sedikit demi sedikit mulai memegang bahu wanita itu. Hap. Aku memegang bahunya dengan tangan gemetar. Seketika wanita itu menoleh kepadaku dengan muka yang bengis. Aku melepaskan tangan dan mundur dengan langkah pelan dan gemetar. Wanita itu mendekat ke arahku. Mataku terpejam dan tiba-tiba...

Duarrr…. Petir menyambar sangat kuat. Aku terbangun dengan hati yang berdetak kencang. Keringat mengalir dari pelipisku. Ternyata itu hanya sebuah mimpi. Ah, untunglah.

Takut Gelap

Edit Posted by with No comments

 Wiji


Namaku Vera aku tidak suka kegelapan. Gelap membuatku memikirkan hal-hal aneh dan menyeramkan.

Pada satu malam ibu menyuruhku mengambil barang yang tertinggal di luar.

"Vera, tolong ambilkan barang ibu yang tertinggal di meja luar," ujar ibu.

Aku sangat takut karena di luar sangat gelap dan sunyi.

"Tapi aku takut, Bu," ungkapku.

“Tolong Vera, sekali ini saja," ujar ibu.

Vera pun segera keluar mengambil barang ibunya. Ia mulai membuka pintu sedikit demi sedikit. Setelah berada di luar, matanya langsung tertuju pada cahaya yang di atas. Ternyata itu cahaya bulan dan bintang.

"Indah sekali, " ungkap Vera.

"Gelap tapi tidak seram seperti yang kubayangkan," batin Vera.

Ia segera mengambil barang milik ibu dan kemudian masuk lagi ke rumah. Sejak saat itu ia tidak terlalu takut pada gelap.

Ayahku Pahlawanku

Edit Posted by with No comments

 Wiji

Namaku Alfie, smurku 15 tahun. Sejak umur 10 tahun, aku dan ayahku sudah jarang dekat seperti dulu. Ayahku selalu pulang larut dan jarang meluangkan waktunya untukku. Aku ingin ayahku seperti dulu, ayah yang selalu ceria dan gembira.

Pada satu hari, sekolahku mengadakan pentas seni di hari ayah. Aku sudah berapa kali bilang pada ayah agar datang namun ayahku hanya merespon biasa saja.

Pentas seni di sekolah pun tiba. Ternyata ayahku tidak hadir. Aku sudah melihat ke semua arah namun ayahku tak kunjung datang.

Saat aku tiba di rumah aku sangat marah pada ayahku. Ayah hanya terdiam saat aku marah padanya.

Ia langsung mengurung dirinya di kamar. Lalu ibu datang dan memarahi balik aku. Ibu bilang bahwa ayah itu selalu memperhatikanku walaupun tidak menunjukkannya padaku. Aku langsung terdiam

Ibu memberikan foto saat ayah datang ke pentas seniku. Wajah ayah di dalam foto itu sangat gembira. Lalu memperlihatkan foto saat ayah menyiapkan kado untukku. Ternyata ayahku selalu memperhatikanku. Sejak saat itu aku tersadar bahwa ayah selalu ada untukku dan keluarga. Ayahku adalah pahlawan di hidupku.

22 September 2024

Pilu Kehidupan (2)

Edit Posted by with No comments

 Rika Anggraeni


Angkasa membendung tegukan suram

Menerkam amukan kilat nan pedih

Badai menyapu semua isi bumi

Satu persatu saling menyakiti


Tak ada lagi kebersamaan 

Semuanya saling memecahkan 

Kita adalah bencana yang saling menyakiti.......


Bumi berteriak meminta tolong 

Hanya meminta kita berdamai 

Pilu bumi yang semakin dalam 

Karena kita saling menyakiti


Coba saja kalau semua berdamai 

Pasti tak kan ada yang terluka 

Tak kan ada yang menjerit kesakitan 

Semua akan aman dan tentram

Di Balik Senyum

Edit Posted by with No comments

Najmi

Kelas 8

Aku adalah anak perempuan yang berasal dari keluarga bangsawan. Walaupun begitu, aku selalu dikucilkan karena kebiasaanku yang unik. Di saat anak perempuan pada umumnya menghabiskan waktu dengan belajar berdansa atau bersantai di halaman depan, aku menghabiskan waktu di ruang latihan.

        Entah kenapa aku suka melihat api. Warnanya yang cerah sangatlah unik dan anggun di mataku. Kebiasaan itu berlanjut sampai aku berumur 20 tahun. Saat Kaisar mengadakan pesta dansa, tiba-tiba lampu gantung yang berada di tengah ruangan terjatuh dan menyebabkan kebakaran. Aku selamat karena aku tidak berada di dalam saat itu.

         Detektif datang ke tempat kejadian bersama para penjaga dan bangsawan lain yang heboh. Penyelidikan sempat terhambat karena besarnya api. Para penjaga dan orang-orang berusaha untuk memadamkan api. Karena kerja sama yang bagus, api pun padam sehingga detektif bisa melanjutkan penyelidikan. Tak lama kemudian detektif itu keluar dari dalam dan mendatangiku sambil menodongkan sebuah pistol. Aku hanya bisa tersenyum sambil memegang sebuah panah di belakang jubahku

Ayunan Tua

Edit Posted by with No comments

Muslimah

Kelas 9D                       

      Gadis berkuncir kuda itu berlari menghampiri si kakek. Gadis itu duduk lalu perlahan ayunan itu mulai bergerak.

     Suara tawa gadis itu sangat keras. Rasanya menyenangkan melihat gadis itu bermain ayunan. Tidak kusangka gadis itu menatapku dalam, sampai akhirnya ia terjatuh. Si kakek tua berteriak memanggil nama gadis itu.

     Gadis itu diam sambil menatapku. Hujan turun. Tatapan matanya seolah mengisyaratkan aku untuk pergi. Aku mendengar suara warga sekitar. Tak ku sangka ternyata aku pingsan setelah tertabrak lari.