Penulis: Sarah
Kelas: 8
Di suatu hari, keluargaku sedang berkumpul di ruangan keluarga. Kami menonton TV bersama film tersebut adalah film kanak-kanak yang menceritakan tentang cita-cita. Aku bertanya kepada ayahku yang sedang duduk di sampingku.
"Ayah.... Apa itu cita-cita?" tanyaku kepada ayah. Ayahku menengokku.
"Cita-cita itu adalah harapan kamu kalau sudah besar ingin menjadi apa. Atau seperti impianmu untuk masa depan," jawab ayahku
Aku hanya sedikit mengerti dengan jawaban ayah. Lalu ayahku menceritakan lagi yang dimaksud cita-cita, aku mendengarkannya dengan hati yang gembira lalu aku menanyakan satu hal lagi.
"Apa cita-cita ayah?" tanyaku kepadanya. Lalu ayahku menjawab dengan senyuman tipis.
"Dulu cita-cita ayah adalah polisi. Namun dulu ayah sangat nakal, jadi ayah tidak diterima di seleksi kepolisian. Karena di paru-paru ayah ada sesuatu yang menggagalkan ayah diseleksi kepolisian," ucap ayah dengan tersenyum tipis. Berapa detik kemudian ayahku bertanya.
"Apa cita-citamu nak?" ucap ayah. Aku termenung sebentar.
"Aku ingin menjadi seperti yang ada di televisi" jawabku kepada ayah.
"Dokter bedah?" tanya ayahku lagi, aku pun mengganggu lalu aku berkata.
"Aku ingin mencoba menjadi dokter bedah lalu membersihkan sesuatu yang ada di paru-paru ayah, jadi ayah bisa menjadi polisi," ucapku sambil melihat pantulan wajahku di benda tajam yang mengkilap.
Esok harinya aku menonton TV di ruangan yang sangat asing bagiku. Di setiap channel yang ku temukan hanyalah berita siang yang beritahukan seorang pria tua yang mati terbunuh dengan posisi organ tubuh yang hancur menggunakan pisau. Aku sangat sedih karena biasanya ayahku selalu menemaniku saat menonton televisi. Namun di sisi lain aku begitu sangat-sangat bahagia karena ayah sudah mengabulkan cita-citaku menjadi dokter bedah dan ayah menjadi pasien pertamaku.

0 comments:
Post a Comment