31 October 2025

Menata Kembali Hidup

Edit Posted by with No comments

 Penulis: Anisya Rahmadani 

Kelas: 9E


   Berhari-hari Vio merasa dirinya kurang fokus dalam belajar. Entah dari segi manapun. Hanya raganya yang hadir, tapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia seperti hidup dalam kabut.


   "Kamu kenapa, Vio? Belakangan ini kamu kelihatan nggak fokus," tanya Qila, sahabat dekatnya.


   Vio terdiam, lalu bergumam dalam hati.


   "Iya juga, ya? Kenapa aku akhir-akhir ini nggak fokus sama sekali."

   "Aku juga nggak tahu, Qil," jawab Vio.


   "Aku lihat kamu juga gampang capek. Ada yang kamu pikirin?" tanya Qila sekali lagi.


   "Nggak tahu," jawab Vio singkat.


   Bel istirahat berbunyi. Vio dan Qila langsung melipir ke kantin. Sesampainya di sana, mereka memesan makanan. Qila memilih sayur dan buah seperti biasanya. Sementara Vio mengambil semangkuk bakso super pedas, tanpa peduli perutnya yang sudah sering bermasalah.


   "Wah! Itu pedas banget, loh!" seru Qila.


   "Ah, ini mah nggak ada apa-apanya buat aku," sahut Vio santai.



   "Tapi itu nggak sehat, Vi. Kamu tuh harus jaga badan juga," ucap Qila mengingatkan.


   Tapi Vio tetap mengabaikannya dan mulai menyantap makanannya. Qila yang merasa diabaikan, hanya bisa menghela napas lalu fokus pada makanannya sendiri.



---


   Bel pulang berbunyi. Murid-murid berbondong-bondong meninggalkan sekolah. Vio merasa sangat lelah dan mengantuk. Badannya remuk, padahal jam olahraga hanya sebentar.


   Langit mulai gelap. Siang perlahan berganti malam. Vio yang seharusnya tidur justru sibuk bermain ponsel sambil tiduran. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, tapi ia tidak memedulikannya. Ia tak tidur semalaman dan pagi harinya langsung berangkat ke sekolah.


   Saat pelajaran berlangsung, rasa kantuk menyerangnya hebat.


   "Vio! Kenapa kamu tidur? Keluar sekarang juga!" ucap Bu Lena dengan tegas.


   Vio tersentak dan meringis, lalu berjalan keluar kelas dengan lesu.


   Hari demi hari berlalu. Vio tetap berlaku seperti itu: begadang di malam hari dan tidur saat sedang belajar di sekolah. Tidak ada perubahan. Orang tuanya mulai kesal. Begitu juga Qila yang hampir setiap hari menasihatinya. Tapi semua nasihat seperti masuk telinga kiri keluar telinga kanan.


   "Ini memang udah jalanku kali, Qil. Takdir aku kayak gini," ucap Vio suatu hari.


   Ucapan itu membuat Qila kecewa. Ia lelah. Ia pun berhenti mencoba, berhenti peduli.


---


   Beberapa hari setelahnya, saat di kantin..


    "Qila," panggil Vio dengan suara pelan.


    "Iya?" jawab Qila datar sambil menyuap makanannya.


    "Aku capek. Aku ingin berubah. Aku sadar… ini semua bukan takdir. Aku yang bikin semua ini jadi kebiasaan buruk."


   Qila langsung menoleh, terkejut.


    "Apa? Kamu serius, Vio?"


    "Iya, Qil. Tapi aku bingung harus mulai dari mana."


   Qila tersenyum lega.


    "Kamu tinggal mulai dari Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat!" jawab Qila antusias.


    "Apa itu?" tanya Vio penasaran.


    "Yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur tepat waktu."


   Vio mengangguk ragu.


    "Tapi...aku gak yakin bisa," ucap Vio.


    "Kamu pasti bisa! Aku percaya sama kamu. Yuk, mulai bareng-bareng!" ucap Qila sambil tersenyum.


   Hari itu, Vio pun berjanji untuk berubah. Ia mulai menerapkan tujuh kebiasaan itu dengan perlahan.



---


   Dua bulan berlalu...


   Fokusnya kembali. Semangatnya semakin menyala. Kebiasaan buruknya juga pelan-pelan mulai menghilang. Sekarang, ia menyadari bahwa perubahan itu nyata. Tujuh kebiasaan itu bukan hanya rutinitas, tapi fondasi yang penting untuk masa depan.


    “Aku sadar, kebiasaan baik bukan hanya membuatku sehat, tapi juga membuat hidupku lebih bermakna,” pikir Vio sambil tersenyum memandang langit pagi.***

0 comments:

Post a Comment