Ulfa Renita
Kelas 9 G
Pada siang hari
yang sangat panas, dipinggir hutan hiduplah sekumpulan keluarga kelinci.
Diantaranya, Tri si ibu kelinci, Pen si sulung, Ren si anak tengah, dan Sen si
bungsu.
"Hhh..hhh..hhh." Ren terengah-engah dan beristirahat
sejenak.
"Teman-teman, bagaimana jika kita bermain di sana?" Ren
menunjuk ke dalam hutan.
"Bagaimana jika Ibu tidak mengizinkan kita ke sana? Kan pesan
ibu jangan bermain ke hutan. Lebih baik pulang dan izin terlebih dahulu kepada
Ibu," jawab Pen si sulung dengan bijak.
"Aahh tidak perlu. Ibu tidak akan mengizinkan kita. Ayolah,
saudaraku," ucap Ren memohon pada Pen.
"Ayolahh, di sini panas," sahut Sen setuju dengan ajakan
Ren.
Sesampainya di hutan, mereka bermain dengan sangat gembira. Tetapi,
Pen dan Ren asik bermain berdua. Sen meminta untuk pulang terlebih dahulu,
tetapi kedua kakanya tidak menghiraukan Sen dan tetap asyik bermain. Akhirnya
Sen berinisiatif untuk pulang sendiri dan meninggalkan kedua kakaknya di hutan.
"Hahahahaha!" Ren tertawa sangat keras.
"Eh, di mana Sen?" Ren tidak melihat Sen, lalu ia bertanya
pada Pen.
"Loh? Dimana dia?" Pen menjawab pertanyaan Ren dengan
bingung.
"Jangan-jangan, Sen bermain sendiri dan tersesat?" ujar
Pen dengan panik.
"Bagaimana ini? Ibu bisa marah dan kita akan kena
hukumannya!" sahut Ren tak kalah panik.
Mereka berlarian mencari Sen di hutan. Akan tetapi, usaha mereka
sia-sia. Mereka pun pulang dan akan memberi tahukan pada ibu bahwa Sen sudah
tidak bersama mereka lagi.
"Ibu!" teriak Ren dan Pen.
"Kenapa anak-anak?" tanya ibu
"Sen di mana?" tanya Ibu saat tidak melihat anak
terakhirnya.
" Sen menghilang," ucap Pen terbata-bata.
"Apa?" teriak Ibu.
"Kami bermain di hutan. Tiba-tiba Sen menghilang begitu
saja," Ren ikut menjelaskan.
"Kan Ibu pernah bilang, jangan bermain di dalam hutan. Ibu
melarang kalian untuk kebaikan kalian sendiri!"ujar Ibu.
"Ayo ikut ibu, mari kita cari Sen bersama sebelum matahari
terbenam,” ujar ibu.
"Sen!!" teriak Ibu, Pen, dan Ren. Matahari akan segera
terbenam. Akan tetapi, Sen belum juga ditemukan. Ibu sangat putus asa.
"Anak-anak, bagaimana ini? Sen belum di temukan. Sekarang
matahari akan segera terbenam." Ibu terlihat sedih.
"Ini semua salahmu, Ren! Kamu yang pertama kali ingin pergi ke
hutan. Aku sudah melarang tapi kamu tetap memaksa!" Ren hanya terdiam saat
mendengar ucapan Pen. Ia sangat merasa bersalah.
"Ini bukan sepenuhnya salahku! Jika kamu bersikeras melarangku,
kita tidak akan pergi ke sana!" kilah Ren.
"Apa maksudmu? Aku sudah ku peringatkan, namun kamu tetap
memaksa aku dan Sen!" ucap Pen. Mereka terus berselisih sepanjang jalan.
Setelah keluar dari dalam hutan. Ibu segera membukakan pintu. Tiba-tiba,
Sen memeluk ibu.
"Ibu dari mana saja? Aku takut sendirian di rumah."
"Seharusnya ibu yang bertanya, Sen dari mana saja? Ibu sangat
khawatir padamu," Ibu berbicara sambil menahan tangisnya.
Ren dan Pen sangat gembira melihat Sen baik-baik saja.
"Ibu, kami minta maaf sudah lalai menjaga Sen, kami janji tidak
akan mengulangi nya kembali," ucap Pen dan Ren.
"Sudah, tidak apa-apa, ibu memaafkan kalian. Tetapi, jangan
sekali lagi melalaikan larangan Ibu, ya? Ini peringatan terakhir. Jika kalian
tetap melanggarnya, Ibu tidak akan membantu." Ibu mengambil nafas sejenak
dan berkata.
"Sen ceritakan, mengapa kau bisa menghilang tadi?" Ibu
bertanya dengan lembut pada Sen.
"Saat bermain, aku ingin pulang karena merasa bosan dengan Pen
dan Ren yang asik main berdua. Aku mengajak Sen dan Ren pulang, tetapi mereka
tidak menghiraukanku. Akhirnya, aku pulang sendiri. Karena tidak tahu arah
pulang ke rumah, aku tersesat di dalam hutan. Beruntungnya, seorang penyihir
kucing datang dan membantuku keluar hutan dan mengantarku pulang ke rumah ini.
Ia ialah penyihir yang baik." Sen tersenyum mengingat bagaimana baiknya
sang penyihir tersebut.
"Itu sebabnya Ibu melarang kalian bermain di hutan. Sekarang kalian mandi dan istirahat,
ya." Ibu berkata dengan sangat lembut.
"Baik, Bu!" sahut Pen, Ren, dan Sen secara bersamaan.
***
0 comments:
Post a Comment