Putri Nuraini
Kelas 8C
Janji Alfin
Aku seorang
remaja yang bersifat pemalu dan penakut, yang mengakibatkan aku tidak mudah
berbaur dengan orang lain.
Saat hari pertama masuk sekolah, tentu saja hampir semua dari
sekolah tampak asing dan berbeda. Dari mulai tempat, cara berbicara, cara berpakaian,
bahkan seseorang. Semuanya tampak asing. Tetapi, aku melihat seorang laki-laki
yang berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Aku terpukau oleh senyum manisnya.
Bulan berganti bulan terlewatkan. Sekarang sudah memasuki semester
2. Alfin selalu mengirimi pesan basa-basi padaku. Alfin ialah laki-laki yang
kusukai pada saat hari pertama masuk sekolah. Ia sekelas denganku. Tak disangka-sangka,
ia mendekatiku. Kami semakin lama semakin akrab. Setiap hari kami selalu
bertukar pesan. Lalu, Alfin menyatakan perasaannya padaku. Tanpa pikir panjang,
aku menerima perasannya padaku.
Hubunganku dengan Alfin sudah menginjak 7 bulan. Berbagai masalah
telah kami lewati. Tetapi, aku tidak menyukai sikap
Alfin. Ia sering berinteraksi dengan perempuan lain. Aku sempat berpikir untuk
mengakhiri hubungan ini. Tetapi, karena rasa sayang dan takut kehilangan Alfin,
aku bungkam dan tetap melanjutkan hubungan kami.
Sampai suatu ketika, aku mendapat kabar dari temanku, bahwa Alfin
membonceng perempuan lain. Hatiku seperti ditusuk ribuan duri. Sangat sakit.
Awalnya aku tidak percaya Alfin seperti itu. Tapi, dengan adanya bukti berupa
pesan suara dan foto, aku mempercayainya. Dengan sigap, aku mengambil handphoneku,
lalu menghubungi Alfin. Bertanya-tanya mengapa ia melakukan hal itu tanpa
sepengetahuanku. Entengnya, Alfi hanya menjawab,
"Aku ngebonceng Nina cuma buat kumpulan doang, " katanya. Saat
itu, aku merasa bahwa hubungan ini seharusnya diakhiri. Aku sudah muak dengan
sikap Alfin.
"Temui aku di taman secepatnya." Sebuah pesan WA kulayangkan pada Alfin. Dengan segera, aku langsung
keluar rumah dan menuju ke taman untuk menemui Alfin.
"Alfin, sudah saatnya kita mengakhiri hubungan kita,"
ucapku sembari menunduk.
"Kenapa? Cuman gara-gara aku bonceng Nina kamu kayak gini? Kamu
udah gede Mika. Jangan egois. Aku bonceng Nina buat kumpulan sama anak-anak
lain!" Alfin berkata sembari membentakku.
"Cuma kata kamu? Ini nggak sekali Alfin. Kamu pikir aku
nggak tahu kamu di kelas kayak gimana? Kamu di kelas sering bareng perempuan
lain kan? Yang harusnya berpikir dewasa tuh siapa? Harusnya kamu! Kamu itu
pacar aku. Gak seharusnya kamu deket
sama perempuan lain." Aku menatap matanya tajam. Alfin terdiam. Selang
beberapa lama, ia berkata.
"Maaf, aku memang salah. Maafkan sikapku ke kamu kayak gini.
Aku janji gak bakal ngulangin hal ini lagi. Kasih aku kesempatan. Jangan pergi
dari aku, Mika," ucapnya lirih. Hatiku bergetar. Sejujurnya, aku sangat
tidak rela ditinggalkan oleh Alfin. Aku tersenyum padanya, lalu berkata.
"Untuk saat ini, aku maafkan. Lain kali, jangan seperti ini
lagi, ya. Janji?" ucapku sembari merekatkan kelingkingku pada kelingking
Alfin.
"Janji," jawabnya. Aku tersenyum.***
0 comments:
Post a Comment