Ulfa Renita
Glimpse of Him
Menghela nafas dengan berat, lalu kutatap matanya.
"Maaf, aku nggak
bisa," ucapnya.
Aku tersenyum, memaklumi.
Jantungku rasanya berhenti berdetak. Mataku sudah tidak mampu menampung air
mataku. Perlahan-lahan aku menunduk. Tidak ingin menatap ke arah matanya.
Taman, menjadi tempat yang
paling kubenci. Orang yang ku sayangi, pergi begitu saja saat aku menyatakan
perasaanku padanya di taman. Aku sangat-sangat menyesal. Aku menyerah, pasrah
dengan semua yang telah terjadi.
Awalnya, aku dan Jisung
bukan siapa-siapa, hanya saling menukar nomor ponsel. Jisung selalu mengirim
pesan tidak penting padaku. Aku biasa saja, tapi lama-lama aku menjadi risih.
Sampai suatu saat, ia mengirimi pesan seperti ini.
"Ren, tipe cowo kamu
itu yang kayak gimana?" Dari pesan yang dia kirim itu, aku berpikir, bahwa
Jisung menyukaiku.
Beberapa bulan terlewatkan.
Jisung sudah jarang mengirimi pesan padaku. Aku mulai merasa kehilangan. Aku
rindu Jisung mengirimi pesan dan foto kegiatannya padaku.
Aku menyingkirkan egoku dan
mengirimkan pesan basa basi pada Jisung. Respon Jisung terhadap pesanku di luar
ekspektasiku. Jisung sangat berubah, ia menjawab pesanku dengan sangat singkat.
Apa Jisung marah? Atau ia lelah dan membutuhkan waktu sendiri? Entahlah..
Dahulu, aku dan Jisung
mendaftar di organisasi yang sama. Karna kami satu organisasi, kami menjadi
akrab. Lama kelamaan aku dan Jisung menjadi lebih dekat. Aku selalu mengirimi
pesan padanya, selalu bercerita padanya ketika kami bertemu. Jisung selalu
bersemangat ketika mendengar keluh kesahku. Ia selalu memberikan solusi. Aku
sepertinya mulai menyukai Jisung.
Jisung
bercerita padaku, ia menyukai seseorang. Seseorang itu ternyata adalah temanku.
Hatiku sangat sakit saat mendengarnya. Jadi, selama ini aku hanya dianggap
teman olehnya? Ternyata selama ini aku terlalu percaya diri. Jisung tidak
menyukaiku, ia menyukai orang lain.
Hari ini, aku mengajak
Jisung untuk bertemu di taman. Aku akan mengungkapkan perasaanku pada Jisung.
Aku membuka pintu, menghela nafas panjang.
"Semangat Ren, pasti
kamu bisa!" aku menyemangati diriku sendiri.
"Mau ngomong
apa?" ucap Jisung dengan wajah datarnya.
Aku sudah terbiasa dengan
ekspresi itu. Aku menghela nafas, lalu berkata.
"Aku mau ngomong. Tapi
sebelum ngomong, aku harap kamu ga jijik sama aku."
"Emang mau ngomong
apa?" ucapnya.
"Aku suka kamu."
Hening sesaat, tidak ada jawaban.
"Pasti kamu jijik ya
sama aku?" tanyaku memastikan.
"Enggak. Kenapa kamu
bisa suka sama aku? Kan kamu tahu aku suka sama Nira." ucapnya tegas.
Deg. Jantungku serasa
berhenti berdetak.
Menghela nafas dengan
berat, lalu kutatap matanya.
"Maaf, aku nggak
bisa," ucapnya.
Aku tersenyum, memaklumi.
Jantungku rasanya berhenti berdetak. Mataku sudah tidak mampu menampung air
mataku. Perlahan-lahan aku menunduk, tidak ingin menatap ke arah matanya.
Lututku terasa lemas. Aku sudah tidak bisa menahan berat tubuhku. Aku terduduk
sembari terisak. Jisung hanya melihat tanpa berkutik. Sakit. Sangat sakit
rasanya. Rada sedih, kesal, malu, semuanya campur aduk.
***
0 comments:
Post a Comment