Anisya 8H
Pada suatu malam, aku
tengah menunggu jam keberangkatan di sebuah stasiun. Aku menatap sekeliling dan
baru sadar bahwa hanya aku yang sedang menunggu kereta. Entah kenapa, tiba-tiba
terdengar suara dari arah depan. Aku memutuskan untuk melihat ke sana. Tap...tap... langkahku semakin cepat dan
hatiku berdetak kencang.
“Kenapa
suara itu menjauh ketika aku mengejarnya?" pikirku
Aku
heran mengapa bunyi itu malah ada di setiap penjuru lorong? Hatiku semakin
berdebar dan bulu kudukku merinding ketika mendengar suara tersebut, yang
semakin lama semakin nyaring. Tiba-tiba lampu di stasiun mati seketika. Aku
tersentak dan berusaha tetap meneruskan langkahku. Angin semakin kencang
menyelimuti kegelapan. Aku mencoba berpikir positif bahwa itu hanya suara rel
kereta. Tapi sesuatu seakan-akan menuntunku
dan membawaku masuk ke sebuah lorong. Ternyata di sana ada sesosok wanita yang
tengah menangis.
“Hiks…hiks...hiks...,”
tangisnya tersedu-sedu.
Aku
terpaku, kakiku seakan-akan membeku. Aku mencoba mendekat dan tanganku sedikit
demi sedikit mulai memegang bahu wanita itu. Hap. Aku memegang bahunya dengan tangan gemetar. Seketika wanita
itu menoleh kepadaku dengan muka yang bengis. Aku melepaskan tangan dan mundur
dengan langkah pelan dan gemetar. Wanita itu mendekat ke arahku. Mataku
terpejam dan tiba-tiba...
Duarrr….
Petir menyambar sangat kuat. Aku terbangun dengan hati yang berdetak kencang.
Keringat mengalir dari pelipisku. Ternyata itu hanya sebuah mimpi. Ah,
untunglah.
0 comments:
Post a Comment